Gerbang Media Nasional
Jakarta – Tetiba jagat pemberitaan Indonesia dihebohkan oleh terbitnya Surat Telegram (STR) Kapolri Nomor: ST / 750 / IV / HUM.3.4.5. / 2021 tertanggal 5 April 2021 [1]. Kontroversi bernada penolakan masyarakat atas STR itupun bermunculan [2]. Melihat kondisi tersebut, STR yang ditujukan kepada Kapolda, Up. Kabid Humas se-Indonesia, akhirnya dicabut, hanya sehari setelah terbit, Selasa, 6 April 2021 [3].
Ketika diminta tanggapannya terkait terbit-tenggelamnya STR Kapolri ini, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyampaikan bahwa dirinya sangat menyayangkan keteledoran yang dilakukan pucuk pimpinan institusi berseragam coklat tersebut. Bagaimana tidak, katanya, rakyat rugi membiayai pimpinan yang hanya bisa membuat telegram untuk usia sehari dua hari saja, langsung dicabut.
“Bangsa besar ini butuh pimpinan Polri yang kecerdasannya di atas rata-rata, bukan yang biasa-biasa. Kalau hanya mampu membuat kebijakan untuk kemudian dicabut sehari setelah terbit, yaa… tunjuk saja tukang ketik surat kantor lurah jadi Kapolri. Ketik surat telegramnya sejam selesai, edarkan, besok buat surat pembatalan; gajinya murah-meriah, beres!” kata Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, 7 April 2021.
Sebagaimana diketahui bahwa STR Kapolri nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 berisi larangan penyiaran tentang upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Secara lengkap, isi STR Kapolri sebagai berikut:
1. Media dilarang menyiarkan upaya / tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.
2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.
3. Tidak ditayangkan secara rinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.
4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan yang bersumber dari pejabat kepolisian yang dilaporkan dan / atau fakta persidangan.
5. Tidak ditayangkan reka ulang pemerkosaan dan / atau kejahatan seksual.
6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.
7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang korbannya yaitu anak di bawah umur.
8. Tidak tercantum secara eksplisit dan eksplisit adegan dan / atau reka ulang diri serta menyatakan identitas pelaku.
9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.
10. Tindakan pencegahan kejahatan agar tidak membawa media, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.
11. Tidak menampilkan gambar secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.
Lalengke mengingatkan bahwa tindakan pelarangan terhadap kerja-kerja jurnalistik oleh media massa berasal dari hukum yang dapat dipidana. “Termasuk pelarangan berbentuk STR itu, karena bertentangan dengan pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Kapolri kecelakaan dituntut dengan pasal perbuatan melawan hukum, atau pasal pidana dengan ancaman 2 tahun kurungan atau denda 500 juta rupiah [4], ”tegas lulusan sarjana bidang Etika Global dari Universitas Birmingham, Inggris itu.
Lalengke kemudian melanjutkan bahwa dirinya sulit memahami penjelasan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang menurutnya mencoba mengaburkan esensi isi STR itu. Menurut dia, Kapolri justru seolah-olah menimpakan kesalahan kepada masyakat dengan mengatakan bahwa masyarakat pers salah persepsi, salah pernafsiran, atau salah paham tentang isi STR itu.
Dikutip dari media liputan6.com, menyatakan bahwa Kapolri menjelaskan telegram itu kesalahan pihaknya melarang media meliput arogansi polisi di lapangan. “Jadi dalam kesempatan ini saya luruskan, anggotanya yang saya minta untuk memperbaiki diri untuk tidak tampil arogan namun memperbaiki diri sehingga tampil tegas, namun tetap terlihat humanis. Bukan larangan media untuk tidak boleh merekam atau mengambil gambar anggota yang arogan atau melakukan”, ” [5].
Pertanyaan besarnya adalah: apakah rakyat ini, khususnya masyarakat media pers Indonesia, terlampau bodoh untuk memahami isi telegram Kapolri itu? Adakah di dalam STR itu frasa atau kalimat yang dapat diartikan bahwa anggota polisi diminta oleh Kapolri untuk tidak arogan dan/atau menghindari tindak kekerasan terhadap masyarakat?
Makna esensial yang dikandung oleh seluruh poin (11 poin – red) STR itu adalah pelarangan penyiaran, dan pelarangan itu ditujukan terhadap media massa. Tidak satu poin pun yang bisa ditafsirkan ‘Kapolri meminta ataupun menghimbau para anggota polisi agar tidak bersikap arogan dan tidak melakukan kekerasan. Pun, tidak ada poin yang dapat dimaknai ‘… anggotanya yang saya minta untuk memperbaiki diri, untuk tidak tampil arogan, namun memperbaiki diri sehingga tampil tegas, namun tetap terlihat humanis’.
“Pak Kapolri, sudahlah… kami rakyat Indonesia tidak bodoh-bodoh amat untuk memahami pesan utama dari surat telegram yang diterbitkan melalui Kadivhumas Polri itu. Justru amat sarankan agar Bapak luangkan waktu mengambil kursus bahasa Indonesia di labor bahasa terbaik di negeri ini agar tidak lagi muncul redaksional surat telegram yang hanya akan membuat Anda sibuk _ngeles_ sana-sini mencari pembenaran diri. Terima kasih,” tutup Lalengke. (APL/Red)
[1] Terbitkan Surat Telegram, Kapolri Larang Media Siarkan Arogansi dan Kekerasan Aparat; https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-011729852/terbitkan-surat-telegram-kapolri-larang-media-siarkan-arogansi-dan-kekerasan-aparat
[2] Kapolri Diingatkan jangan Coba-Coba-Coba Media, Komnas HAM: Bukan Kewenangannya; https://www.jpnn.com/news/kapolri-diingatkan-jangan-coba-coba-mengatur-media-komnas-ham-bukan-kewenangannya
[3] Kapolri Listyo Sigit Cabut Surat Telegram Aturan Peliputan Kekerasan Polisi; https://www.liputan6.com/news/read/4525114/kapolri-listyo-sigit-cabut-surat-telegram-aturan-peliputan-kekerasan-polisi
[4] Baca pasal 2, pasal 4, dan pasal 18 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers
[5] Kapolri Luruskan soal Surat Telegram Larang Media menunjukkan Kekerasan Polisi; https://www.liputan6.com/news/read/4525351/kapolri-luruskan-soal-surat-telegram-larang-media-tampilkan-kekerasan-polisi
More Stories
Desa Ciwulan Menjadi Tuan Rumah Gerakan pramuka kwartir Ranting Telaga sari, Sukseskan lomba Tingkat lI Kabupaten Karawang
Ribuan Orang Ikuti Vaksinasi Presisi Polsek Cileungsi Yang di Gelar di 6 Lokasi
pemerintah Desa Tanjung Rasa kidul bagikan BLT( Bantuan Langsung Tunai) kepada 48 kepala keluarga